Menengok Budaya Artisanal Inovasi yang Tiada Akhir

Budaya artisanal memiliki perjalanan yang panjang. Orang tidak hanya sekedar ingin mengkonsumsi makanan mentah namun dibentuk hingga menarik.

701
Budaya artisan
Kopi dan pastry artisan / Foto : Shutterstock

Gerakan artisanal sebenarnya telah lama lahir di dunia kuliner, hanya saja kita seperti tidak sadar perkembangannya berpuluh-puluh tahun ke belakang. Memang barulah akhir-akhir ini kita dapat menjumpai keju, roti, kopi, coklat, hingga es krim artisan dengan mudah di pasaran.

Seiring namanya kian dikenal, kemunculan gerakan artisanal juga diberi label eksklusif karena harganya yang kadang tidak ramah di dompet.

Meski begitu, sebenarnya budaya artisanal menawarkan sesuatu yang segar bagi masyarakat. Produk-produknya diklaim “manusiawi”. Pada gerakan ini, terdapat aspek antropologis yang mendasari.

Handmade dan Lokal

Hal paling penting adalah handmade. Sebagaimana definisinya, gerakan artisanal memberi perhatian lebih pada proses terampil tangan. Di lautan barang-barang industri skala besar seperti sekarang, artisan menginginkan benda-benda dibuat langsung oleh tangan manusia. Semacam menghilangkan kesan mekanistis pada produksi barang-barang.

Membuat roti
Seorang artisan membuat adonan roti / Foto : Shutterstock

Perlu dipahami bahwa gerakan artisan tidak benar-benar menciptakan revolusi radikal. Tentunya kita tidak bisa berharap semua barang yang kita punya adalah produk artisan. Itu tidak masuk akal. Kita tidak hidup sebagai seseorang dari abad ke-16.

Tapi produk artisan membuat kita percaya bahwa pengrajin seolah-olah “bertangan Tuhan” dan bahagia dalam bekerja. Hal ini memberikan sugesti akan kualitas yang lebih baik pada produk. Pembeli seperti diberi kesan personal, seakan-akan si pengrajin membuat produk khusus hanya untuk mereka.

Produk artisan juga ditandai dengan kedekatannya dengan lokalitas. Menurut Sally Bany, pemilik perusahaan cokelat artisan Moonstruck di Los Angeles, Amerika Serikat, sesuatu yang lokal selalu berfungsi seperti merek baru.

Ia senang ketika dapat membicarakan aspek kelokalan produknya pada pembeli. Misalkan, jika coklatnya ditambahkan dengan cabai, ia akan menjelaskan dimana cabai itu tumbuh. Hal itu membuat orang-orang belajar dari mana asalnya, variasi dan lebih paham karakteristik rasa. 

Berskala Kecil dan Transparan

Budaya artisanal juga timbul berkat banyaknya permintaan atas produk-produk yang dibuat dalam skala kecil. Beberapa antropolog berpendapat adanya kemuakan masyarakat konsumen pada skala produksi barang yang begitu besar.

Merek-merek besar telah menjadi semacam penuntun masyarakat dalam berbudaya. Ada antusiasme baru di dalam masyarakat untuk menolak itu. Budaya artisanal hadir dengan memberi inovasi alternatif dalam langkah pemasaran.

Keju artisan
Variasi keju artisan / Foto : Shutterstock

Baru-baru ini di Eropa timbul kesadaran untuk tidak membeli keju yang dijual supermarket. Masyarakat cenderung mencari keju di pasar yang lebih kecil. Terdapat semacam romantisme untuk kembali pada aktivitas abad 18 dan 19, ketika orang-orang membeli keju dari tong petani. Dan faktanya, keju yang dibeli dari para “petani keju” tidak lebih buruk kualitasnya dari merek besar. 

Fenomena itu berarti juga keterbukaan produk dan transparansi pasar. Berkat budaya artisanal, seolah-olah kita tahu semua pihak yang menanam, mengangkut, mendistribusi dan menjual kembali makanan yang ada di meja kita.

Contoh terbaik di sini mungkin adalah pasar petani dan pengecer kecil. Kita seperti melihat wajah pria yang memerah susu sapi dan memanen jagung, lalu kita menjabat tangan mereka. Kita sebagai konsumen tahu di mana posisi kita berada. Meski hanya tinggal memakan hidangan saja, kita tidak merasa jauh dari proses kuliner itu untuk sampai di meja kita.

Cokelat artisan
Varian cokelat artisan / Foto : Shutterstock

“Asli”, Mentah, dan Sederhana

Ada anggapan bahwa rantai makanan telah diracuni oleh ide-ide palsu tentang makanan. Gerakan artisanal hadir untuk mengingatkan kita. James Beard, koki dan penulis kuliner terkenal dari AS, menuliskan di situs webnya, “Gerakan artisanal membawa kembali rasa dunia yang tidak tercemar oleh Wonder Bread dan Kraft Singles.”

Menurut para artisan, kita bisa diselamatkan dengan kembali pada bahan makanan, metode memasak, dan menu yang “asli”.

Budaya artisan banyak berhutang pada revolusi hippie pada 1960-an. Paham naturalis menjadi inspirasi mereka untuk menjaga makanan tetap mentah. Menurut mereka, makanan yang lebih dekat dengan alamnya, dalam keadaan belum dimasak, semakin baik.

Adelle Davis adalah figur penting pada zaman itu. Dia adalah ahli nutrisi ternama yang menyarankan orang-orang untuk melindungi makanan mereka, bahkan dari gangguan lampu dalam kulkas!

Selain itu, budaya artisanal punya kecenderungan untuk mengembalikkan kita ke dunia yang lebih sederhana. Mulai dari menyederhanakan produk, produsen, hingga tindakan membeli dan tindakan konsumsi. Sejauh ini ada nostalgia tertentu tentang artisanal yang seperti mengingatkan kembali ke waktu dan semesta lain, ke tatanan dunia yang jujur.