Di dunia internasional, pemanfaatan gandum telah menjadi tren global sejak berpuluh-puluh tahun ke belakang. Konsumsi gandum di seluruh dunia telah meningkat pesat sejak awal 1960-an, terutama di negara-negara berkembang.
Salah satu indikator penting adalah peningkatan olahan gandum sebagai makanan di negara-negara yang telah mengkonsumsi sedikit gandum di masa lalu. Hal ini disebabkan terutama karena urbanisasi dan pergeseran selera dan preferensi masyarakat. Terjadi peningkatan penggunaan gandum dibandingkan beras, jagung dan sorgum.
Tahun ini diperkirakan Indonesia menjadi negara pengimpor gandum nomor satu di dunia, menurut laporan USDA (Departemen Pertanian Amerika Serikat) awal Februari lalu. Diperkirakan impor gandum Indonesia akan meningkat menjadi 12,5 juta ton dalam setahun, mengalahkan negara Mesir di peringkat kedua dengan 11,5-12 juta ton.
Peningkatan ini diperkirakan akan terjadi di seluruh negara Asia Tenggara. Yang melatarbelakangi adalah bertambahnya permintaan untuk makanan dan pakan berbasis gandum, sejalan dengan meningkatnya pendapatan dan tren westernisasi diet. Diperkirakan sebagian besar peningkatan konsumsi akan datang dari produk-produk berbasis gandum yang standar seperti mie instan dan roti.

Rabobank, bank asal Belanda, mengatakan impor gandum ke Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam dan Filipina secara kolektif mencapai sekitar 18,5 juta ton pada 2014-2015. Diperkirakan akan mencapai 25 juta ton dalam lima tahun setelahnya.
Menurut Rabobank, Indonesia memiliki konsumsi gandum 29 kg per kapita. Malaysia hampir dua kali lipat (sekitar 47 kg per kapita), sementara Thailand tetap di bawahnya dengan 17 kg per kapita.
Meski konsumsi Indonesia jauh di bawah rata-rata global yaitu, 78 kg per kapita, setidaknya sejak awal 1970-an, makanan olahan berbasis gandum telah menjadi bagian dari konsumsi sehari-hari di Tanah Air. Mi instan adalah makanan olahan berbasis gandum yang paling populer, tidak hanya di perkotaan tetapi juga di daerah pedesaan.
Awal Mula Gandum di Indonesia
Sejarah gandum di Indonesia mungkin dimulai pada tahun 1969 ketika Amerika Serikat memperkenalkan paket kerjasama ekonomi di bawah Hukum Publik 480 (PL 480). Kebijakan itu berisi perpanjangan kerjasama bantuan makanan kemanusiaan dalam bentuk tepung terigu atau gandum ke Indonesia.
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa Indonesia memiliki iklim tropis, sebabnya Indonesia tidak bisa menghasilkan gandum. Alhasil, Indonesia harus mengimpor gandum dan tepung terigu dari negara-negara penghasil.
Paket bantuan bantuan dari AS berhenti tidak lama setelahnya. Sialnya, masyarakat Indonesia sudah terlanjur mencintai gandum. Keterlibatan industri pengolahan gandum akhirnya memiliki peran yang signifikan. Terutama karena gandum dapat diolah menjadi berbagai makanan, seperti mie instan, roti, kue dan pasta, atau dikombinasikan dengan bahan-bahan lokal.
Dalam penelitian Leo Kusuma tahun 2012, disebutkan bahwa konsumsi gandum per kapita Indonesia hanya mencapai 8,1kg per kapita pada tahun 1980, tetapi membengkak menjadi 21,2 kg pada 2010. Artinya dalam 20 tahun, konsumsi gandum per kapita Indonesia telah meningkat lebih dari 200 persen.
Oleh sebab itu, tak aneh jika peningkatan impor gandum Indonesia juga meningkat. Australia, Amerika Serikat, Kanada, dan Prancis adalah nama-nama negara eksportir penyokong gandum Indonesia hingga sekarang.

Seperti yang dilaporkan oleh USDA pada 2012, preferensi utama gandum Indonesia adalah gandum putih sebagai bahan utama mi instan dan produk makanan olahan lainnya. Indonesia mengimpor gandum ini dari Australia (75 persen), Kanada (15 persen) dan Amerika Serikat (9 persen) serta beberapa negara penghasil lainnya.
Selain mengandalkan impor, serangkaian penelitian nasional telah dikembangkan demi kebaikan konsumsi gandum Indonesia. Para peneliti telah menemukan beberapa tempat di Indonesia yang cocok untuk penanaman tanaman gandum tertentu.
Pemerintah pusat dan lokal dan lembaga penelitian, termasuk universitas, juga sedang mengintensifkan dan memajukan studi mereka ke dalam pengembangan gandum. Selain itu, keterlibatan dan dukungan dari petani lokal dan kelompok petani sangat penting untuk memastikan bahwa konsumsi gandum nasional memiliki masa depan yang baik.